Forum Pengkajia Sejarah Sosial dan Budaya

SULTAN Di Mata Taufik Wijaya

OLEH : kEMAS ARI, S.Pd.


Melahirkan Kembali Kesultanan Palembang Darussalam? Dualisme Kesultanan Palembang? Siapa Sultan Palembang? Kocok Ulang Kesultanan Palembang? Memajukan Agenda Kesultanan? Menulusuri Jejak Sultan? dan masih banyak lagi OPINI tentang permasalahan yang berkaitan dengan Polemik Kesultanan Palembang Darussalam pada akhir-akhir ini yang dimuat oleh media massa bagaikan sinetron yang terus berlanjut dengan episode yang panjang, dan sayapun menjadi terus mengikuti ingin mencari akhir dari cerita/tulisan yang dimunculkan. Mulai dari Media Massa Lokal (Palembang) maupun Nasional.
Jujur saja saya sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Palembang. Pada dasarnya merasa bangga, dengan bangkitnya Kesultanan Palembang Darussalam (KPD). Dan yang paling penting pada saat ini dari golongan generasi muda yang berprofesi sebagai Sejarawan/Budayawan/Pemerhati dan Peminat Sejarah serta Pekerja Seni, banyak bermuncullah di kota ini, hal ini menandakan bangkitnya kesadaran sejarah sebagai sesuatu yang mesti terus dijaga sebagai asset yang bermakna positif. Membaca Tulisan Taufik Wijaya (TW) dalam Media Indonesia, Sabtu 2 Juni 2007 serta Purhendi, S.Pd. Media Indonesia, Sabtu 7 Juli 2007 pada halaman dan rubrik yang sama tampaknya terjadi 2 kutub pandangan yang berbeda.
Menurut TW bahwa Polemik antara Raden Mas Syafei Prabu Diraja alias Sultan Mahmud Badaruddin III dan Raden Mahmud Badaruddin alias Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, tampaknya mulai mereda. Sebab belum lama ini mereka bertemu di rumah seorang sesepuh wong Palembang. Kedua Sultan itu tampak akrab dan tidak menampakkan ketegangan atau memperdebatkan posisi Sultan Palembang (Media Indonesia, 2/06/’07; hal.8 Alinea ke-30). Kemudian pernyataan ini dibantah oleh Purhendi dalam Media Indonesia, Sabtu 7/07/’07; hal.8. Menurutnya kedepan para penulis tentang Kesultanan di Palembang kiranya menyertakan fakta juga karena ini berkaitan dengan sejarah, bukan legitimasi semata. Karena itu, saya pun kembali bertanya, kapan dan dimana ada kesepakatan damai antara Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dan SMB III yang dihadiri oleh seorang sesepuh di Palembang itu, seperti yang diltulis TW? Siapa pula sesepuh yang dimaksud?.
Apa yang ditulis oleh saudara TW sebenarnya hanya sebuah interpretasi terburu-buru bahkan data yang didapat tidak di cross cek/verifikasi (kritik sumber) terlebih dahulu. Sebenarnya yang dimaksud pertemuan antara SMB III dengan Iskandar MB adalah sebuah pertemuan biasa bagi wong Palembang yaitu dalam suatu acara memperingati 40 hari wafatnya Abdullah Murod di kediaman H. Dung Cik Jl. Urip Sumoharjo Yayasan IV no.18 RT 11Palembang (Sumatera Ekspres, Kamis 5 Juli 2007; hal.4). Apakah sebuah pertemuan dalam acara Tahlilan 40 hari dapat langsung di Klaim sebagai sebuah kesepakatan damai? Jawabannya, tentu tidak! apalagi setelah di tanyakan dengan orang yang bersangkutan.
Beberapa minggu kemudian secara kebetulan penulis membaca di koran lokal pada hari Kamis 5 Juli 2007 di halaman 4, dalam berita Advetorial di kolom Society Biz Harian Umum Sumatera Ekspres. Yang isinya menceritakan tentang pertemuan SMB III dengan Iskandar MB dalam suatu acara tahlilan 40 hari. Berikut ini pernyataan dari SMB III kepada penulis dalam suatu kesempatan dikediamannya Jl. Sultan Muhammad Mansyur Palembang, pukul: 20.00 WIB pada hari Minggu/24 Juni 2007 ;
Penulis : Maaf, Mang...! sudah baca tulisan Taufik Wijaya di Media Indonesia,
hari Sabtu tanggal 2 Juni 2007?
SMB III : Sudah...! jawabnya singkat
Penulis : Apakah pernyataan TW dalam berita tersebut benar?
SMB III : Idak bener itu!!!, Macak-macak bae...! Kapan pulo Kulo ni ketemu dengen Iskandar.
Apolagi nak ngomong tentang Dami/Rujuk/Islah, ungkap SMB III dengan serius. Mungkin yang dimaksud dengen pertemuang itu yaitu waktu kulo datang di acara tahlilan, memang ado nian itu! tapi kulo dak tau kalo nak ketemu dengan Iskandar disano, kareno kulo datang acara la sudah slesai. Pada saat dirumah itulah Iskandar gari kulo. Kareno ini cuma silaturahmi bae, jadi kulo raso dak baek kan. kalo wong datang sudah salaman dan ngajak ngomong, kito diem bae cak patung..., bener dak cek Ari?.
Penulis : Iyo...mang! (ungkap saya ringkas)
SMB III : Nah mungkin inilah yang dipolitisir oleh Iskandar serto Topik (TW, maksudnya) dan
waktu kulo lagi mgomong memang ado yang motret waktu itu.
Penulis : oh...., cak itu mang!

Jadi apa yang ditanyakan oleh Purhendi dalam tulisannya adalah benar! bahwa menulis sebuah sejarah haruslah berdasarkan fakta, jangan ada “Udang di Balik Batu”?. apalagi berusaha untuk menggiring OPINI PUBLIK terhadap suatu pembenaran, Karena saya pun juga ikut membaca beberapa tulisan TW yang selalu mengarahkan pembaca untuk meligitimasi Iskandar Mahmud Badaruddin sebagai Sultan, dan itu memang karakter dari TW yang berusaha untuk mendoktrinisasi orang lain terhadap pembenaran pendapatnya, sampai saat ini bukti tulisannya masih saya kliping dan simpan jika saudara TW ingin memfotocopi.
Masih menurut TW yang mengatakan bahwa Kedua Sultan bukanlah ahli nasab. SMB III adalah keturunan dari SMB II dari istri keenam, sedangkan Iskandur MB adalah keturunan Sultan sebelumnya, yakni Sultan Mansyur jayo Ing Lago (Media Indonesia, Sabtu 02 Juni 2007 hal. 8 alinea ke-6). Pertanyaan saya Apakah saudara TW sudah melihat dan membaca silsilah Asli dari kedua Sultan yang dimaksud? Jangan-jangan Cuma berdasarkan cerita dari seseorang kemudian langsung ditulis tanpa dilakukan verifikasi/Kritik sumber, kalau ini terjadi akan sangat membahayakan dan terjadi kebohongan publik, yang menurut Purhendi dalam sidirannya adalah orang yang paling berjasa dalam Pembelokan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam masa kini, atau memang tidak mengerti sama sekali?
Menurut hemat penulis Kalau kita beranggapan bahwa Logika TW diatas ini benar! Mari kita sama-sama membuat suatu penapsiran tentang ahli Nasab dan Silsilah kedua Sultan yang ada. SMB III diakui oleh TW sebagai keturunan dari SMB II (Raja ke-8 KPD) dari istrinya yang bernama Ratu Ulu Zubaidah, sedangkan Iskandar MB adalah keturunan dari Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago ( Raja ke-2 KPD) entah dari istri yang mana? Hal ini perlu ditanyakan juga mengingat sampai dengan Tulisan TW dimuat 2 Juni 2007, Silsilah dari Iskandar MB masih tidak jelas? berbeda dengan SMB III yang sejak tahun 2003 secara fair berani menunjukkan garis Nasab dan silsilahnya kepada masyarakat umum yang sekedar ingin melihat maupun meneliti. Jika menggunakan logika TW tentang Garis keturunan, Siapakah yang lebih berhak diantara 2 Sultan yang disebutkan TW menjadi Sultan di KPD? Sultan Mahmud Badruddin III atau Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin? Para pembacalah yang berhak menjawabnya!!!.
Dan sedikit masukan buat TW setahu saya nama lengkap dari SMB III bukanlah Raden Mas Syafei Prabu Diradja tetapi Drs. Raden H. Muhammad Sjafei Prabu Diradja, S.H. apakah saudara masih juga tidak mengerti!?!?! Karena dalam penulisan nama wong Palembang sejaka zaman Kesultanan Palembang Darussalam yang berbasis agama Islam hingga saat ini (Wong Palembang Asli) tidak mengenal atau memakai gelar Raden Mas seperti Tradisi di Masyarakat Jawa, melainkan memakai Raden Muhammad atau Raden Ahmad atau Raden. Karena saudara TW terus melakukan kekeliruannya dalam penulisan nama-nama diatas hal ini saya baca di Harian Sumatera Ekspres, Sriwijaya Post serta Pantau dan Detikhot.Com, serta lain-lain.
Sekedar Infomasi yang penulis dapatkan dari hasil penelitian selama + 6 tahun terhadap Bangkitnya Kesultanan Palembang Darussalam dan Polemik sepu­tar pengangkatan Ir. R.H. Mahmud Badaruddin bin R.H. M. Harun sebagai Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin di Benteng Kuto besak 19 Nov 2006 beberapa waktu lalu, akan terus berlanjut. Hal ini telah penulis perkirakan sejak awal Mengingat penobatan Sultan Iskandar pada waktu itu tidak melibatkan Drs. R. H. M. Sjafei Prabudiradja, SH. Bin Raden H. Abdul Hamid Prabudiradja IV, sebagai salah satu Zuriat dari Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) dan beberapa zuriat lainnya yang dianggap tidak sepaham. Sebelumnya telah dinobatkan R.M. Sjafei Prabudiradja, SH. sebagai Sultan Mahmud Badaruddin Prabudiradja (SMB III) pada tanggal 3 Maret 2003 di Masjid Lawang Kidul Oleh Majelis Adat KPD.
Untuk itu penulis akan menguraikan beberapa data dan fakta secara kronologis dan proporsional tentang penobatan kedua Sultan Palembang tersebut diatas sebagai bahan perbandingan dan kajian:

1. Silsillah Sultan Mahmud Badaruddin III
Untuk Membuktikan apakah Kedua Sultan adalah ahli nasab dari Raja atau Sultan dari Kesultanan Palembang Darussalam perlu dibuktikan secara mendetail tanpa ada unsur rekayasa (setidaknya dengan Silsilah) dan beberapa benda Arkeologis yang ditinggalkan oleh para leluhurnya. Ketika Penulis dan TIM 17 Palembang Darussalam berkunjung ke rumah SMB III, penulis diberikan kesempatan untuk berdialog serta melihat beberapa benda-benda peninggalan dari leluhurnya antara lain Denah Pengasingan (tempat tinggal) SMB II di Ternate, Stempel SMB II, Senjata, Foto-foto dan Silsilah serta beberapa catatan Pribadi Pangeran Prabu Diratdjah Haji Abdullah yang sempat ikut dibuang ke Ternate, yang kemudian kembali lagi ke Palembang.
Menurut Silsilah yang penulis lihat dan baca ; bahwa Drs. R. H. M. Sjafei Prabudiradja, SH. Sebagai Sultan Mahmud Badaruddin Prabu Diradja (SMB III) adalah keturunan ke-11 dari Sultan Abdurrachman dan beliau adalah anak dari Raden H. Abdul Hamid Prabu Diratdjah IV, bin R.H. Sjarif Prabu Diratdjah III, bin R. H. Abdul Habib Prabu Diratdjah II, bin Pangeran Prabu Diratdjah Haji Abdullah, bin Raden Hasan (Sultan Mahmud Badaruddin II), bin Sultan Muhammad Bahauddin, bin Sultan Ahmad Najamuddin Adikusumo, bin Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I), bin Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, bin Sultan Abdurrachman Kholifatul Mukminin Sayidul Iman (Pangeran Ario Kusumo Abdurrochim/Ki Mas Endi).

2. Silsilah Iskandar Mahmud Badaruddin
Namun sayang Ketika Penulis ingin meneliti tentang Silsilah dari Iskandar MB untuk dapat bertemu dan berdialog secara langsung ditolak dengan berbagai alasan, Namun penulis sempat bertemu dengan Salah satu Zuriat dari Pangeran Purboyo yang bersedia untuk diwanwancarai dan melihatkan catatan pribadi dan silsilah keluarga maka dapatlah penulis tuangkan dalam makalah ini sekilas data tentang Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin yang bernama lengkap: Ir. R. H. Mahmud Badaruddin adalah anak dari R. H. Muhammad Harun, bin R. Muhammad Hasyir Ceksyeh (Demang Polisi).
R. M. Hasyir Ceksyeh mempunyai istri yang pertama bernama Raden Ayu Zahra binti Raden Azhari bin Raden Achmad Temenggung Kartamenggala bin Pangeran Penghulu Nata Agama Muhammad Akil, bin Pangeran Natodiradjo, bin Pangeran Purbayo, bin Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, bin Sultan Abdurrachman Kholifatul Mukminin Sayidul Iman (Pangeran Ario Kusumo Abdurrochim/Ki Mas Endi). Dan dari Istrinya yang Kedua yang bernama Cek Ning. R.M. Hasyir Ceksyeh mempunyai 10 orang keturunan yaitu;
1. R.A.Hj.Zainab, 2. R.M.Hasan, 3. R.A.Zainur, 4. R.A.Zaimah, 5. R.M.Husin Natodiradjo, 6. R.M.Hasim, 7. R.M.Harun, 8. R.A.Zaleha, 9. R.M.Hamid, 10. R.A. Muzamma Hindun. (Dari anaknya yang ke tujuh (R.M. Harun) melahirkan Ir. R.M. Mahmud Badaruddin yang kemudian memakai gelar Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin).

3. Penobatan Sultan Mahmud Badaruddin III
Pada tanggal 24 Februari 2003 (22 Dzulhijjah 1423 H) diadakah musyawarah Adat dan Sesepuh Masyarakat Palembang di Auditorium IAIN Raden Fatah Palembang yang dihadiri + 200 orang peserta, yang merekomendasikan terbentuknya Majelis Musyawarah Adat Palembang Darussalam (Majelis MAPD) yang mengemban misi untuk Menggali dan merawat peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, serta Melestarikan Adat Istiadat, Tata Krama, sopan Satun di Negeri Palembang Darussalam. Untuk memenuhi harapan tersebut maka Majelis MAPD perlu segera mencari tokoh atau figur untuk menjadi Pelopor, Penggerak, serta yang dianggap Pantas untuk menjadi Sultan Palembang.
Kemudian pada hari Jum’at tanggal 28 Februari 2003 (26 Dzulhijjah 1423 H) bertempat di Sekretariat Dewan Pengurus Harian Majelis MAPD Menindak lanjuti dari hasil seminar di IAIN Raden Fatah yang telah merekomendasikan beberapa persyaratan untuk mencari Figur/Tokoh yang akan dijadikan Sultan Palembang. Adapun persyaratan tersebut sebagai berikut Syarat Poko/Wajib: 1. Beragama Islam. 2. Berasal Dari Zuriat (Keturunan) Sultan Palembang Darussalam. 3. Mempunyai Bukti Amanah (Beberapa benda peninggalan dari Kesultanan Palembang Darussalam) yang telah terjaga dengan baik. dan Beberapa Syarat Tambahan: 1) Dikenal oleh Masyarakat Palembang, 2) Dapat Mendorong Semangat Kesatuan dan Persatuan Masyarakat Palembang Darussalam, 3) Peduli terhadap peninggalan KPD, 4) Tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pengrusakan atau penjualan Benda (Aset) peninggalan KPD, 5) Berani berkorban untuk kemajuan dan kebanggaan masyarakat dan Zuriat KPD, 6) Mengenal negeri Palembang/Bertempat tinggal di Palembang, 7) Berpendidikan Minimal tingkat SMA, 8) Berpengalaman dalam berorganisasi.
Setelah memiliki pedoman atau Persyaratan Sultan Palembang Darussalam maka pada tanggal 2 Maret 2003 (28 Dzulhijjah 1423 H) diadakan pengamatan dan penelitian serta penilaian terhadap beberapa tokoh untuk dijadikan Sultan, dan menetapkan Drs. Raden Muhammad Sjafei Prabu Diradja, SH. bin Raden Haji Abdul Hamid Prabu Diratdjah IV sebagai Sultan Kesultanan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin Prabudiradja (SMB III). Kemudian pada Hari Senin, Tanggal 3 Maret 2003 (29 Dzulhijjah 1423 H) pukul 10.00 WIB di Masjid Lawang Kidul R. M. Sjafei Prabudiradja dikukuhkan menjadi Sultan Palembang oleh Majelis MAPD (kemudian Majelis ini berubah nama menjadi Majelis Musyawarah Adat Keslutanan Palembang Darussalam (Majelis MAKPD).

4. Penobatan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin
Berdasarkan Rapat Zuriat yang di Klaim Oleh Iskandar mewakili beberapa zuriat Palembang se-Nusantara telah mengamanatkannya untuk menjadi Sultan, sehingga dikukuhkanlah Ir. R.H. Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Iskandar Mahmud Badruddin oleh Ketua Dewan Adat Sumatera Selatan Ir. Djohan Hanafiah. Atas dasar Permufakatan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam Se-Nusantara, yang diadakan pada hari Sabtu tanggal 18 November 2006 di Palembang dengan ini menyatakan :
- Perlu peningkatan wadah Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam dalam bentuk Kesultanan yang berorientasi kepada Kebudayaan dab Adat Istiadat.
- Untuk itu perlu dibentuk Dewan Kesultanan /Dewan Adat Kesultanan Palembang Darussalam untuk menjaga dan mengawasi perkembangan adat istiadat. Mengangkat dan menobatkan Ketua Umum Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam (HZKPD) dengan gelar Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin
.
Dinyatakan di Benteng Kuto Besak Palembang
Pada hari Minggu/Ahad Tanggal 19 November 2006 / 27 Syawal 1427 H.

Peristiwa Penobatan inilah yang jadi permasalahan dan awal dari polemik Kesultanan Palembang. Menyimak dan membaca dari Surat Pernyataan (Maklumat) yang dibacakan Himpunan Zuriat KPD di Benteng Kuto Besak pada acara Halal bi Halal dan Deklarasi Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darusalam Nusantara, maka menurut penulis Iskandar Mahmud Badaruddin adalah seorang Pimpinan atau Ketua dari organisasi yang bergelar Sultan.
Jauh sebelumnya sejak tahun 2004 Iskandar MB telah mendirikan dan memimpin organisasi yang bernama Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam (HZKPD) kemudian 19 Nov 2006 ditingkatkan menjadi HZKPD Nusantara kemudian Ia juga diberi gelar Sultan jadi bukan Sultan Kesultanan Palembang Darussalam, hal ini dapat dibandingkan Jabatan Presiden ada Presiden RI ada juga Presiden Penyair, Presiden PKS, Presiden LSM, serta Presiden Mahasiswa, atau Presiden Direktur dan lain-lain. Kriteria ini cocok dengan Alasan yang dilontarkan Johan Hanafiah sebagai Ketua Majelis Adat Sumatera Selatan yang justru melantik Sultan Iskandar MB itu sendiri. ....Djohan mengaku, pelantikan Iskandar untuk menjadi Sultan telah sesuai aturan, karena pelantikan itu sama dengan pem­bentukan LSM yang lainnya. "Jadi tidak perlu dipertanyakan kapasitas saya sebagai apa. Sedangkan mengenai undangan yang tak sesuai acara itu sah-sah saja, lagi pula Gubernur Sumsel sendiri tak meninggalkan acara meski ada perubahan susunan acara,” (Palpos,30 Nov 2006, Hal. 4).
Sebagai seorang Budayawan Mang Djohan (Djohan Hanafiah) hendaknya bersikap Arif dan Bijaksana, bukan malah memperkeruh permasalahan. Lihat dari pendapatnya ketika SMB III dinobatkan Ia mengatakan bahwa sudah tidak perlu dibentuk kembali Kesultanan Palembang Karena sudah tidak ada sejak + 200 tahun yang lalu (1823, penulis). Berikut kita kutip pernyataan Djohan Hanafiah disalah satu media lokal “Saya sebenarnya prihatin melihat kenyataan tersebut. Pengukuhan tersebut (SMB III) hanya ceremony atau perayaan keluarga semata. Di mata saya kemunculan itu adalah sebuah pemberian nama dalam satu keluarga. Bila kembali terbentuk suatu Kesultanan, lantas mana yang menjadi pengikutnya, bagaimana dengan peraturan pemerintahnya dan dimana pusat kegiatannya. Sebenarnya saat ini tidak ada lagi Kesultanan dan itu sudah sejak 1823 atau saat keruntuhan KPD. Masih menurutnya, kini KPD hanya tinggal kenangan seperti kisah-kisah kepahlawanan saja.(Sumeks, Selasa 11 Maret 2003, hal.21).

Namun setelah 3 tahun kemudian pernyataan itu menjadi berbeda ketika Djohan Hanafiah juga melakukan/melantik sultan Iskandar beliau menegaskan, apa yang mereka lakukan (pelantikan Iskandar) tidak mnenyalahi aturan, jika ada yang tak mengakui Raden H. Mahmud Badaruddin menjadi Sultan itu hak mereka,Yang jelas kami tak masalah. Dulu sultan mempunyai wilayah, kekuasaan, pendukung, kerajaan dan sebagainya, tapi sekarang kesultanan tidak lebih dari lambang kebudayaan yang bentuknya tidak jauh beda dengan organisasi masyarakat” jelasnya (Palpos,30 Nov 2006, Hal. 4).
Kesimpulan saya bahwa Sultan Iskandar adalah seorang pimpinan organisasi massa yang berbasis budaya yang diberi dan menyandang gelar Sultan, kalau beliau berjalan sesuai dengan jalur dan porsinya tentu ini akan menjadi nilai plus bagi dirinya yang ingin menjadi seorang Publik Figur (Walikota/wakil atau Gubernur/wagub), dengan tidak membuka konfrontasi antar sesama akan lebih baik nilainya bukankah sekarang suara rakyat sangat menentukan. Jadi jaga sikap jika ingin dipilih oleh Wong Palembang. Dalah Hal ini saya melihat bahwa Iskandar tidak menempatkan dirinya sesuai dengan komitmen organisasinya sendiri.
Dari pimimpinan sebuah organisasi masa HZKPD kemudian dipaksakan untuk menjadi sebuah Institusi Kesultanan dengan nama Kesulatanan Palembang Darussalam serta mengaku sebagai Sultan KPD dalam berbagai kesempatan. sangatlah tidak pantas dilakukan, apalagi ada unsur “riak” (ada udang dibalik KPD) adalah termasuk perbuatan yang tidak berbudaya. Leluhur kita tidak pernah mengajarkan seperti itu bukankah masih ada jalan lain, musyarah misalnya. Janganlah karena untuk kepentingan sesaat semua digadaikan demi suatu Misi yan Ambisius. Kalau ingin menghidupkan budaya silahkan saja, saya pun ikut senang, dan bersedia bahu membahu untuk itu, tapi jangan rusak catatan sejarah negeri ini, Sebagai orang yang berkecimpung di dunia sejarah saya tidak ingin sejarah Besar Kesultanan Palembang Darussalam tambah rusak dan hancur setelah dihilangkan jejaknya oleh kaum penjajah.

Palembang Darussalam 2007

Tidak ada komentar: